Penjualan Mobil Listrik Baru Meningkat, Pasar Mobil Bekas Masih Ragu Jual EV

Senin, 09 Juni 2025 | 16:01:11 WIB
Penjualan Mobil Listrik Baru Meningkat, Pasar Mobil Bekas Masih Ragu Jual EV

JAKARTA - Penjualan mobil listrik di Indonesia menunjukkan tren pertumbuhan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Dukungan pemerintah melalui insentif fiskal, perluasan infrastruktur stasiun pengisian daya, hingga kesadaran masyarakat terhadap pentingnya energi bersih menjadi pemicu utama melonjaknya permintaan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) baru.

Namun, meski penjualan mobil listrik baru terus menanjak, hal yang sama belum terlihat pada pasar mobil bekas. Para pelaku usaha di segmen kendaraan seken masih menunjukkan keraguan untuk memasukkan mobil listrik ke dalam lini dagang mereka. Mereka menilai bahwa menjual EV bekas memiliki tantangan tersendiri, baik dari sisi teknis, kepercayaan pasar, maupun harga jual kembali (resale value) yang belum stabil.

Pasar Mobil Listrik Baru Tumbuh Konsisten

Berdasarkan data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil listrik pada tahun 2024 mencatatkan pertumbuhan lebih dari 40 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Model-model seperti Hyundai Ioniq 5, Wuling Air EV, hingga Toyota bZ4X mulai ramai terlihat di jalan-jalan kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian dan Kementerian ESDM terus menggencarkan program transisi energi dan elektrifikasi kendaraan bermotor. Kebijakan seperti insentif pajak, pembebasan bea masuk untuk komponen CKD (Completely Knock Down), serta dukungan infrastruktur SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum) di kota-kota strategis menjadi katalis pertumbuhan pasar mobil listrik baru.

Namun, di sisi lain, kondisi positif ini belum sepenuhnya berdampak pada pasar mobil bekas, terutama untuk segmen kendaraan listrik.

Pedagang Mobil Bekas Masih Berhati-hati

Di tengah tren kendaraan ramah lingkungan, pedagang mobil bekas tampak belum sepenuhnya yakin untuk mengadopsi mobil listrik dalam stok dagangan mereka. Mereka menilai bahwa infrastruktur layanan purna jual dan nilai jual kembali mobil listrik masih belum stabil, sehingga risikonya lebih tinggi dibandingkan mobil bermesin konvensional.

“Menjual mobil listrik bekas belum semudah menjual mobil bensin atau diesel. Kami masih hati-hati karena permintaan dari konsumen masih rendah, sementara harga baterai dan teknologi yang digunakan sangat sensitif,” ujar Harianto, pemilik showroom mobil bekas di Jakarta Timur.

Bagi pelaku usaha, tantangan menjual EV bekas tidak hanya terletak pada sulitnya menentukan harga pasar yang adil, tetapi juga kekhawatiran konsumen terhadap kondisi baterai, yang merupakan komponen paling mahal dalam sebuah mobil listrik.

Kekhawatiran Konsumen Terhadap Mobil Listrik Bekas

Mobil listrik memang menjanjikan efisiensi dan ramah lingkungan, namun pembeli potensial masih menyimpan banyak kekhawatiran ketika berbicara tentang unit bekas. Hal ini terutama terkait dengan usia dan performa baterai, serta minimnya bengkel yang dapat melakukan servis atau penggantian komponen secara profesional dan bersertifikat.

“Kalau beli mobil bensin bekas, gampang dicek dan dibetulin di mana saja. Tapi kalau mobil listrik? Kalau rusak baterainya, bisa habis belasan juta. Belum tentu ada bengkelnya di kota saya,” kata Dedi, seorang calon pembeli mobil listrik bekas di Bekasi.

Di sisi lain, banyak juga konsumen yang mengaku belum paham secara teknis cara kerja kendaraan listrik, termasuk bagaimana cara merawat, mengecek kesehatan baterai, serta biaya operasional jangka panjangnya.

Harga Jual Kembali Masih Menjadi Pertanyaan

Nilai jual kembali atau resale value menjadi tantangan terbesar dalam menjual EV bekas. Karena teknologinya tergolong baru, harga mobil listrik bekas belum memiliki standar pasar yang mapan. Selain itu, adanya pengembangan teknologi yang sangat cepat membuat unit yang lebih lama cepat kehilangan daya saing.

Sebagian besar model EV yang dijual lima tahun lalu sudah ketinggalan spesifikasi, dari sisi jarak tempuh, kecepatan pengisian baterai, hingga fitur-fitur canggih lainnya. Hal ini membuat depresiasi harga mobil listrik bekas cenderung lebih tajam dibanding mobil konvensional.

“Dalam dua tahun, harga mobil listrik bisa turun drastis karena teknologi baru terus keluar. Beda dengan mobil konvensional yang nilainya masih bisa dipertahankan kalau kondisinya bagus,” jelas Harianto.

Minimnya Informasi dan Sertifikasi Baterai

Berbeda dengan mesin mobil berbahan bakar fosil, kondisi baterai mobil listrik belum memiliki standar pemeriksaan yang mudah diakses oleh konsumen. Kebanyakan bengkel umum belum memiliki alat diagnosa yang memadai untuk memeriksa kapasitas, kesehatan, dan umur baterai secara akurat.

Hal ini menjadi hambatan dalam menjamin kualitas kendaraan yang dijual kembali. Tanpa informasi baterai yang transparan dan terpercaya, pembeli cenderung ragu mengambil risiko, meskipun harga EV bekas relatif lebih murah dibanding unit baru.

“Kami berharap ke depan ada sistem sertifikasi baterai untuk EV bekas, seperti layaknya uji emisi atau pemeriksaan mesin biasa, agar pembeli merasa lebih aman,” kata Surya, seorang pedagang mobil bekas dari Tangerang.

Solusi dan Harapan Pasar

Meski penuh tantangan, beberapa pelaku usaha mulai mencari solusi untuk tetap dapat merangkul segmen mobil listrik bekas. Beberapa showroom besar mulai menjalin kerja sama dengan bengkel spesialis EV dan importir baterai untuk memastikan unit yang dijual memiliki kualitas dan garansi teknis.

Pemerintah juga didorong untuk berperan aktif dalam menciptakan ekosistem pasar EV bekas yang sehat. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan membangun sistem inspeksi kendaraan listrik nasional, menyusun panduan harga pasar, dan memperluas pelatihan teknisi EV secara nasional.

“Saat ini kita baru di tahap awal, dan wajar kalau masih banyak kekhawatiran. Tapi seiring pertumbuhan kendaraan listrik baru, pasar bekasnya pasti akan mengikuti. Tinggal bagaimana kita menyiapkan infrastrukturnya,” ujar seorang analis otomotif nasional.

Pertumbuhan pesat penjualan mobil listrik baru di Indonesia tidak serta merta mendorong lonjakan yang sama di pasar kendaraan bekas. Keraguan pedagang, minimnya pemahaman konsumen, serta tantangan teknis seperti pemeriksaan dan harga baterai membuat segmen ini belum berkembang optimal.

Namun, seiring bertambahnya populasi EV, peningkatan literasi teknologi kendaraan listrik, dan pembentukan ekosistem layanan purna jual yang kuat, pasar mobil listrik bekas diprediksi akan mulai bergairah dalam beberapa tahun ke depan. Hingga saat itu tiba, pasar EV bekas masih akan menjadi lahan eksplorasi yang penuh pertimbangan dan kehati-hatian.

Terkini