JAKARTA - Di tengah tren gaya hidup sehat dan ramah lingkungan, penggunaan botol minum guna ulang atau reusable bottle semakin populer. Botol ini dipilih karena praktis, bisa dipakai berulang kali, dan tentu saja membantu mengurangi limbah plastik sekali pakai. Namun, di balik manfaatnya, ada satu hal yang kerap terabaikan: kebersihan botol.
Banyak orang merasa sudah cukup hanya dengan membilas cepat atau mencucinya sekali-sekali, padahal kenyataannya, botol minum bisa menjadi sarang bakteri berbahaya jika tidak dibersihkan dengan benar. Mikroorganisme bisa bertahan di permukaan luar maupun dalam botol, terutama di area yang sering bersentuhan dengan tangan dan mulut.
Melansir laporan dari earth.com (10 September 2025), pasar global botol minum reusable pada 2024 mencapai sekitar USD 10 miliar atau setara Rp164 miliar. Angka ini menunjukkan betapa tingginya minat masyarakat, termasuk mahasiswa, terhadap penggunaan botol guna ulang, dengan tingkat penggunaan antara 50–81 persen. Fakta inilah yang mendorong peneliti dari Purdue University untuk meneliti kondisi kebersihan botol minum sehari-hari.
Hasil penelitian mereka justru mengejutkan: botol yang tampak bersih secara kasat mata ternyata menyimpan jumlah bakteri yang tinggi. Dari sinilah lahir rekomendasi kebiasaan sederhana untuk mencegah botol menjadi sumber penyakit.
Studi Menyibak Kotoran di Balik Botol Minum
Tim peneliti Purdue mengumpulkan 90 botol milik mahasiswa dan meminta pemiliknya menjelaskan cara mereka menggunakan serta membersihkan botol tersebut. Selanjutnya, botol diuji menggunakan dua metode.
Metode pertama, uji ATP (Adenosin Trifosfat) dengan cara men-swab bagian luar botol. Tes ini biasanya digunakan dalam keamanan pangan untuk memastikan permukaan bebas dari sisa organik setelah dicuci. Metode kedua, botol dibilas, lalu dihitung jumlah bakteri yang menempel pada bagian dalamnya.
Hasilnya, bagian luar botol ternyata lebih kotor daripada kelihatannya. Bahkan, dua botol baru yang masih dalam kondisi belum pernah digunakan pun terdeteksi memiliki tingkat kotoran cukup tinggi.
Temuan lain, botol yang paling sering diisi ulang justru memiliki tingkat bakteri lebih banyak. Alasannya sederhana: setiap kali pengisian, botol bersentuhan dengan berbagai permukaan seperti tangan, keran, meja, hingga tutupnya sendiri.
Bagian Paling Rawan: Bibir dan Dalam Botol
Jika ada area yang paling rawan kotor, jawabannya adalah bibir botol. Bagian ini menjadi titik pertemuan antara mulut dan tangan, sehingga bakteri mudah berpindah. Di luar itu, bakteri juga bisa berkembang biak di bagian dalam botol yang lembap dan sulit dijangkau.
Dalam standar kualitas air minum, angka bakteri biasanya tidak lebih dari 100–500 CFU per mililiter. Namun, penelitian Purdue mendapati fakta bahwa 7 dari 10 botol melebihi 100 CFU, 2 dari 3 botol melampaui 200 CFU, dan 3 dari 5 botol bahkan lebih kotor daripada batas aman 500 CFU.
Lebih mengkhawatirkan lagi, satu dari empat botol mengandung bakteri E. coli, yang menjadi indikator kontaminasi feses. Menurut Carl Behnke, peneliti Purdue, “Lebih dari 20 persen sampel kami memiliki bakteri coliform, yang berarti ada kotoran feses.”
Jenis minuman juga sangat memengaruhi. Botol yang hanya diisi air relatif lebih bersih, sedangkan yang dipakai untuk minuman manis atau susu jauh lebih kotor. Gula memberi makan bakteri, sedangkan protein dan lemak meninggalkan lapisan yang memicu terbentuknya biofilm, lapisan licin yang sulit dibersihkan.
Bahan Botol Tidak Menjamin Bebas Bakteri
Mungkin banyak yang mengira botol kaca lebih aman karena permukaannya halus. Faktanya, semua bahan botol—baik kaca, plastik, maupun stainless steel—bisa menjadi tempat berkembangnya bakteri. Justru desain botol lebih menentukan, terutama yang memiliki leher sempit, sedotan, katup gigit, atau cincin silikon yang mudah menyimpan kotoran.
Mencuci rutin memang membantu, tetapi sekadar membilas tidaklah cukup. Mesin cuci piring pun tak selalu efektif menjangkau bagian ulir atau sedotan. Jika tidak dibongkar, biofilm tetap menempel.
Carl Behnke mengingatkan, “Apakah Anda mencuci piring setelah makan malam? Ya. Tapi dengan botol minum kita sering membawanya ke mana-mana dan tidak benar-benar membersihkannya.”
Risiko Kesehatan Akibat Botol Kotor
Menurut Dr. Yuriko Fukuta, asisten profesor kedokteran penyakit infeksi di Baylor College of Medicine, botol kotor bisa mengandung bakteri seperti Staphylococcus atau Streptococcus.
Ia menjelaskan, “Kita terus-menerus menyentuh botol dengan mulut dan tangan jadi mudah sekali bakteri berpindah dan kemudian berkembang. Dalam beberapa kasus ini bisa membuat Anda sakit terutama jika daya tahan tubuh lemah.”
Gejala yang bisa muncul akibat paparan bakteri dari botol kotor bervariasi, mulai dari sakit perut ringan hingga infeksi serius, tergantung jenis bakteri dan kondisi tubuh pemilik botol.
Cara Membersihkan Botol Minum yang Benar
Agar tetap aman digunakan, botol minum sebaiknya dibersihkan dengan langkah berikut:
Gunakan sabun dan air panas untuk mencuci botol.
Sikat bagian dalam botol hingga bersih.
Bongkar komponen kecil seperti sedotan, cincin silikon, atau katup, lalu cuci terpisah.
Keringkan dengan posisi terbuka agar bagian dalam tidak lembap.
Hindari berbagi botol dengan orang lain.
Jika botol digunakan untuk minuman manis atau susu, cucilah pada hari yang sama.
Dengan cara ini, risiko bakteri berkembang biak bisa ditekan seminimal mungkin.
Botol minum guna ulang memang membantu menjaga lingkungan sekaligus mendukung gaya hidup sehat. Namun, penelitian Purdue University membuktikan bahwa botol minum bisa menyimpan lebih banyak bakteri daripada yang diduga.
Kesadaran untuk mencuci dengan benar, membongkar komponen tersembunyi, serta menghindari pemakaian botol untuk minuman selain air putih menjadi langkah sederhana tetapi penting. Dengan begitu, manfaat botol minum reusable dapat dirasakan tanpa menimbulkan risiko kesehatan.