PANAS BUMI

Potensi Panas Bumi di Flores Capai 377 MW, Baru 18 MW yang Dimanfaatkan

Potensi Panas Bumi di Flores Capai 377 MW, Baru 18 MW yang Dimanfaatkan
Potensi Panas Bumi di Flores Capai 377 MW, Baru 18 MW yang Dimanfaatkan

JAKARTA - Pulau Flores di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menyimpan potensi besar energi terbarukan dari panas bumi (geothermal), dengan total kapasitas mencapai 377 Megawatt (MW). Sayangnya, dari jumlah tersebut, baru sekitar 18 MW saja yang telah dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik. Data ini menunjukkan masih luasnya peluang yang belum tergali untuk mendukung penguatan sistem kelistrikan dan pembangunan berkelanjutan di wilayah timur Indonesia tersebut.

Potensi energi panas bumi yang terbentang dari Manggarai Barat di ujung barat Pulau Flores hingga Flores Timur di ujung timur, tidak hanya menjadi aset penting dalam transisi energi nasional, tetapi juga menjadi tumpuan harapan bagi masyarakat lokal dalam mengatasi permasalahan ketersediaan listrik yang selama ini masih menjadi kendala utama di banyak daerah di NTT.

Potensi Besar, Pemanfaatan Minim

Menurut data yang dihimpun dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Pulau Flores secara resmi ditetapkan sebagai “Pulau Geothermal” oleh pemerintah karena memiliki cadangan energi panas bumi dalam skala besar. Namun demikian, tingkat pemanfaatannya masih sangat minim.

Hingga kini, hanya satu pembangkit listrik tenaga panas bumi yang beroperasi secara komersial, yakni PLTP Ulumbu di Kabupaten Manggarai, yang menghasilkan sekitar 5 MW, serta PLTP Mataloko di Kabupaten Ngada dengan kapasitas sekitar 2,5 MW. Selebihnya masih dalam tahap eksplorasi atau belum tersentuh pengembangan sama sekali.

Tantangan Pengembangan Geothermal

Pengembangan energi panas bumi di Pulau Flores menghadapi sejumlah tantangan, baik dari sisi teknis, regulasi, hingga keterbatasan investasi. Proses eksplorasi panas bumi memerlukan biaya awal yang cukup besar, serta waktu yang panjang sebelum bisa mencapai tahap produksi energi secara komersial.

Selain itu, topografi Flores yang bergunung-gunung serta minimnya infrastruktur penunjang, seperti jalan dan jaringan transmisi listrik yang handal, menjadi hambatan lain yang memperlambat optimalisasi energi geothermal.

Pakar energi dari Universitas Nusa Cendana, Dr. Yulius Talan, mengatakan bahwa pemerintah perlu lebih agresif dalam membuka keran investasi serta memberikan insentif bagi pengembang energi terbarukan.

“Potensi 377 MW itu sangat besar dan bisa mencukupi kebutuhan listrik seluruh Pulau Flores. Tapi kita perlu dorongan kebijakan yang lebih konkret, termasuk dalam penyederhanaan perizinan dan pembiayaan eksplorasi,” ujar Yulius.

Harapan untuk Masa Depan Energi Bersih

Di tengah komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon dan beralih menuju energi hijau, pengembangan panas bumi di Flores dinilai sangat strategis. Energi panas bumi merupakan salah satu sumber energi bersih yang stabil dan dapat diandalkan sepanjang waktu, tidak seperti energi surya atau angin yang bergantung pada kondisi cuaca.

Menurut Kementerian ESDM, pemanfaatan energi geothermal di Flores bisa menjadi model pengembangan energi bersih di kawasan timur Indonesia, sekaligus mempercepat akses energi bagi daerah-daerah terpencil yang masih mengandalkan genset diesel berbahan bakar fosil.

“Dengan mengembangkan potensi panas bumi di Flores, kita tidak hanya bicara soal listrik, tapi juga membuka peluang kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan menjaga lingkungan,” kata seorang pejabat di Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi.

Dampak Sosial-Ekonomi

Pengembangan PLTP juga memiliki dampak sosial ekonomi yang besar. Selain menyediakan listrik yang lebih andal dan ramah lingkungan, proyek geothermal umumnya melibatkan masyarakat lokal dalam proses eksplorasi dan pembangunan infrastruktur, yang dapat meningkatkan ekonomi daerah.

Contohnya, di sekitar lokasi PLTP Ulumbu, pemerintah setempat bekerja sama dengan pengembang membentuk kemitraan dengan masyarakat adat untuk mendukung keberlanjutan proyek dan meminimalkan konflik sosial. Masyarakat dilibatkan dalam kegiatan pendukung seperti transportasi material, pengelolaan air, serta konservasi lingkungan.

Maria Yohana, tokoh masyarakat dari Manggarai, menyebut bahwa kehadiran proyek PLTP memberikan harapan baru bagi warga desa yang selama ini hanya bisa menikmati listrik beberapa jam dalam sehari.

“Dulu listrik hanya nyala malam saja, sekarang dengan PLTP, warga bisa punya kulkas, lampu siang malam, dan anak-anak bisa belajar lebih baik,” ungkapnya.

Kebutuhan Infrastruktur Pendukung

Namun, untuk mendukung percepatan pemanfaatan panas bumi secara menyeluruh, pembangunan infrastruktur pendukung seperti jaringan transmisi listrik harus dipercepat. Banyak potensi geothermal di Flores yang terletak jauh dari pusat beban listrik, sehingga membutuhkan jaringan distribusi yang luas dan efisien.

Pemerintah pusat bersama PLN tengah merancang pengembangan jaringan interkoneksi kelistrikan antar kabupaten di Flores yang akan menjadi tulang punggung distribusi energi geothermal. Proyek ini diharapkan akan memperlancar pasokan listrik dari titik-titik sumber panas bumi ke wilayah-wilayah yang membutuhkan.

Perlu Dukungan Politik dan Komitmen Nasional

Para pengamat energi menyarankan agar isu pengembangan panas bumi di Flores masuk dalam agenda prioritas nasional. Selain menjadi sumber energi bersih, potensi tersebut juga dapat menjadi bagian dari diplomasi energi Indonesia dalam kancah global, sebagai bentuk kontribusi terhadap pengendalian perubahan iklim.

“Kita harus menjadikan Flores sebagai laboratorium energi terbarukan Indonesia. Kalau berhasil, Flores bisa jadi contoh bagaimana daerah tertinggal bisa maju lewat energi bersih,” kata Dr. Yulius Talan.

Ia menambahkan bahwa pemerintah daerah juga harus lebih proaktif mengajukan kerja sama dengan swasta dan lembaga donor internasional yang selama ini mendukung transisi energi di berbagai negara berkembang.

Potensi geothermal sebesar 377 MW di Pulau Flores merupakan aset strategis yang belum tergarap maksimal. Pemanfaatan baru 18 MW menunjukkan masih banyak ruang untuk mendorong investasi, inovasi, dan pembangunan infrastruktur. Dengan pendekatan lintas sektor yang melibatkan pemerintah pusat, daerah, akademisi, swasta, dan masyarakat lokal, Flores berpeluang menjadi pionir energi bersih di Indonesia timur.

Pemanfaatan energi panas bumi tidak hanya menjawab kebutuhan listrik, tetapi juga membawa misi besar: keberlanjutan, kemandirian energi, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Waktunya bagi pemerintah untuk mengubah potensi menjadi kekuatan nyata demi masa depan Flores yang terang dan lestari.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index