JAKARTA - Warga Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), kembali menghadapi kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite. Dalam lima hari terakhir, bahan bakar tersebut sangat sulit ditemukan, terutama di Kecamatan Siantan, termasuk wilayah ibu kota kabupaten, Tarempa. Kondisi ini memicu keresahan masyarakat dan melumpuhkan sebagian aktivitas ekonomi lokal yang sangat bergantung pada bahan bakar.
Berbeda dengan kabupaten atau kota lain yang telah dilengkapi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), distribusi BBM di Anambas masih dilakukan secara tradisional. Penjualan Pertalite dilakukan secara manual melalui pengecer lokal menggunakan botol bekas air minum kemasan isi satu liter. Metode distribusi ini tidak hanya tidak efisien, tetapi juga menyulitkan pengawasan harga dan kualitas BBM.
Warga Terpaksa Antre dan Beli dengan Harga Tinggi
Kelangkaan ini menyebabkan antrean panjang warga di lokasi pengecer, dengan harga jual eceran yang semakin mahal. Warga mengaku terpaksa membeli Pertalite dengan harga di atas harga eceran resmi karena tidak adanya pilihan lain. Beberapa warga bahkan rela mengantre sejak subuh demi mendapatkan satu atau dua liter bahan bakar untuk sepeda motor atau perahu mereka.
"Sudah lima hari ini Pertalite susah sekali didapatkan. Biasanya masih bisa beli dari pengecer meskipun mahal, tapi sekarang bahkan itu pun habis. Saya harus jalan kaki karena motor kehabisan bensin," keluh Ramli, seorang warga Tarempa.
Harga eceran Pertalite yang biasanya berkisar Rp 10.000 hingga Rp 12.000 per liter kini melonjak menjadi Rp 15.000 hingga Rp 18.000. Dalam beberapa kasus, pengecer menjual hingga Rp 20.000 per liter, tergantung lokasi dan jarak distribusi.
Dampak Ekonomi dan Sosial
Kelangkaan BBM ini tidak hanya berdampak pada transportasi pribadi, tetapi juga melumpuhkan sektor usaha kecil yang menggunakan mesin berbahan bakar minyak, seperti nelayan, pengusaha warung kelontong, dan pedagang makanan keliling.
Nelayan di Anambas, misalnya, mengalami penurunan drastis dalam frekuensi melaut karena tidak memiliki bahan bakar untuk perahu mereka. Hal ini secara langsung mempengaruhi pendapatan harian mereka yang memang bergantung pada hasil tangkapan laut.
"Sudah tiga hari saya tidak bisa melaut karena tidak ada minyak. Kalau tidak melaut, tidak ada penghasilan. Kami minta pemerintah bantu segera," ujar Jumardi, nelayan asal Siantan.
Sementara itu, para pengusaha mikro dan pedagang kecil juga merasakan dampaknya. Banyak dari mereka menggunakan genset berbahan bakar Pertalite untuk penerangan atau operasional usaha kecil-kecilan. Ketika bahan bakar langka, kegiatan usaha mereka ikut terhenti.
Penyebab Kelangkaan dan Ketiadaan SPBU
Kelangkaan Pertalite di Anambas diduga disebabkan oleh gangguan distribusi dari wilayah daratan utama. Sebagai kabupaten kepulauan yang terpencil, akses logistik BBM ke Anambas memang sangat tergantung pada pengiriman laut yang seringkali terkendala cuaca ekstrem dan keterbatasan armada pengangkut.
Hingga saat ini, Kabupaten Kepulauan Anambas belum memiliki SPBU resmi seperti daerah lain. Penyaluran BBM bersubsidi masih sangat bergantung pada pengecer tradisional dan koperasi yang bekerja sama dengan Pertamina melalui sistem penyaluran terbatas.
"Dalam kondisi normal saja distribusi Pertalite ke Anambas sudah sulit. Apalagi jika ada gangguan cuaca atau masalah logistik, bisa lebih parah lagi," ujar seorang pengecer lokal yang enggan disebutkan namanya.
Tuntutan Warga: Perlu Perhatian Serius Pemerintah dan Pertamina
Masyarakat Anambas meminta agar pemerintah daerah dan pusat segera mengambil tindakan cepat untuk mengatasi kelangkaan BBM ini. Mereka menuntut adanya penambahan pasokan secara darurat serta percepatan pembangunan infrastruktur energi seperti SPBU yang memadai.
Pemerintah daerah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) menyatakan telah menyampaikan laporan kepada pemerintah provinsi dan Pertamina agar segera mengirimkan tambahan kuota Pertalite ke wilayah Anambas.
"Kami telah menyampaikan permintaan penambahan pasokan ke pihak Pertamina. Kami juga terus melakukan koordinasi agar pengiriman segera dilakukan. Kami memahami betul kondisi warga saat ini," ujar Kepala Disperindag Kepulauan Anambas.
Pertamina Diminta Evaluasi Sistem Distribusi
Sebagai perusahaan negara yang bertanggung jawab atas penyaluran BBM, Pertamina diharapkan segera melakukan evaluasi terhadap sistem distribusi ke wilayah kepulauan seperti Anambas. Keberadaan SPBU mini atau Pertashop yang telah diimplementasikan di beberapa daerah terpencil di Indonesia bisa menjadi solusi jangka menengah.
"Harus ada intervensi dari pemerintah pusat dan Pertamina agar sistem distribusi BBM ke wilayah kepulauan tidak hanya mengandalkan pengecer manual. Kami butuh SPBU resmi atau minimal Pertashop di wilayah strategis Anambas," tambah tokoh masyarakat setempat, H. Sulaiman.
Ancaman Berulang
Kelangkaan BBM jenis Pertalite di Kepulauan Anambas bukan yang pertama kali terjadi. Dalam beberapa tahun terakhir, masalah serupa kerap muncul terutama saat terjadi gangguan cuaca atau peningkatan kebutuhan musiman seperti Idul Fitri atau akhir tahun. Namun, hingga kini belum ada solusi permanen yang diterapkan.
Warga berharap agar kelangkaan ini tidak menjadi masalah rutin setiap tahun dan meminta agar wilayah kepulauan seperti Anambas diperlakukan dengan prioritas lebih tinggi dalam penyaluran energi nasional.
Kondisi kelangkaan Pertalite di Kabupaten Kepulauan Anambas mencerminkan lemahnya sistem distribusi BBM ke wilayah-wilayah terpencil di Indonesia. Ketergantungan pada pengecer manual, ketiadaan SPBU resmi, serta tantangan geografis menjadi kombinasi persoalan yang harus segera diatasi secara sistemik.
Dengan penguatan logistik dan pembangunan infrastruktur energi yang merata hingga ke wilayah kepulauan, diharapkan masyarakat Anambas dan daerah serupa bisa mendapatkan akses BBM secara adil dan berkelanjutan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Pertamina harus duduk bersama untuk mencari solusi jangka panjang demi menjaga stabilitas pasokan energi dan kelangsungan ekonomi masyarakat di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) seperti Kepulauan Anambas.