JAKARTA - Setelah mengalami inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir pada Juni 2022 yang mencapai 9,1 persen, Amerika Serikat memang sempat menunjukkan tanda-tanda meredanya tekanan harga. Namun, prediksi dari Robert Kiyosaki, penulis buku laris Rich Dad Poor Dad, menimbulkan kekhawatiran baru di kalangan pelaku ekonomi dan masyarakat global. Dalam sebuah unggahan di platform X pada 21 Mei 2025, Kiyosaki secara tegas menyatakan bahwa badai besar ekonomi justru belum berakhir dan mengingatkan masyarakat akan bahaya hyperinflasi yang tengah mengancam.
Inflasi AS di Titik Puncak dan Kondisi Saat Ini
Inflasi di Amerika Serikat mencapai titik tertinggi selama empat dekade pada Juni 2022, menembus angka 9,1 persen, sebuah level yang terakhir kali terjadi pada awal 1980-an. Kenaikan harga yang cepat ini mengakibatkan tekanan signifikan terhadap daya beli masyarakat, memicu kekhawatiran baik di sektor bisnis maupun rumah tangga.
Sejak saat itu, berbagai kebijakan moneter dan fiskal diterapkan untuk menekan laju inflasi, termasuk kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve dan stimulus yang lebih selektif. Berkat upaya tersebut, angka inflasi mulai menunjukkan tren penurunan secara perlahan hingga tahun 2025, menimbulkan harapan bahwa perekonomian akan kembali stabil.
Namun, pernyataan Robert Kiyosaki yang juga dikenal sebagai pakar keuangan dan pengusaha sukses, justru memberikan perspektif berbeda. Ia menyebutkan, “Pesta telah usai. Hyperinflasi sudah di sini. Jutaan orang, muda dan tua, akan terhapus secara finansial,” ungkapnya dalam postingan yang menghebohkan komunitas investor dan pengamat ekonomi.
Robert Kiyosaki dan Pandangan Tentang Hyperinflasi
Robert Kiyosaki dikenal luas lewat bukunya Rich Dad Poor Dad, yang telah menginspirasi jutaan orang untuk mengubah pola pikir keuangan dan investasi mereka. Dalam pandangannya, fenomena inflasi yang saat ini tengah dihadapi bukan hanya sekadar kenaikan harga biasa, melainkan tanda-tanda awal dari kondisi ekonomi yang jauh lebih serius, yaitu hyperinflasi.
Hyperinflasi adalah kondisi di mana harga barang dan jasa meningkat sangat cepat dan tidak terkendali, yang mengakibatkan nilai mata uang nasional jatuh drastis dalam waktu singkat. Situasi ini bisa menyebabkan keruntuhan ekonomi, menghapus kekayaan masyarakat secara signifikan, dan memicu krisis sosial yang luas.
Kiyosaki memperingatkan bahwa meskipun statistik inflasi resmi terlihat menurun, tanda-tanda fundamental ekonomi menunjukkan bahwa krisis sebenarnya belum selesai. Menurutnya, banyak orang belum menyadari bahwa kerusakan finansial yang parah sedang menunggu di depan.
“Badai besar sebenarnya baru akan datang. Saat ini kita hanya melihat calm before the storm — ketenangan sebelum badai besar yang akan menghancurkan banyak orang secara finansial,” kata Kiyosaki.
Dampak Potensial bagi Masyarakat dan Investor
Pernyataan Kiyosaki membuka diskusi serius mengenai potensi risiko ekonomi yang bisa dialami oleh masyarakat luas. Bila hyperinflasi benar-benar terjadi, konsekuensinya tidak hanya berupa naiknya harga kebutuhan pokok, tetapi juga berkurangnya nilai tabungan, gaji yang tidak seimbang dengan biaya hidup, hingga keruntuhan pasar finansial.
“Jutaan orang, muda dan tua, akan kehilangan daya beli mereka dan mungkin tidak mampu mempertahankan standar hidup,” lanjut Kiyosaki, yang sekaligus mengingatkan perlunya kesiapan finansial dan diversifikasi aset agar bisa bertahan dalam situasi krisis.
Para investor dan pelaku pasar di seluruh dunia pun diingatkan untuk tetap waspada dan melakukan langkah mitigasi risiko. Investasi dalam aset-aset yang dapat menjaga nilai saat inflasi tinggi seperti emas, properti, atau aset riil lainnya menjadi opsi yang kian relevan.
Tanggapan Para Pengamat Ekonomi
Berbagai pengamat ekonomi menanggapi prediksi Kiyosaki dengan beragam perspektif. Beberapa ekonom sepakat bahwa risiko hyperinflasi memang harus diwaspadai, khususnya mengingat ketidakpastian geopolitik, gangguan rantai pasok global, serta ketegangan di sektor energi yang terus mempengaruhi harga secara signifikan.
Namun, ada pula yang berpendapat bahwa Federal Reserve dan bank sentral lainnya memiliki alat kebijakan yang cukup untuk mengendalikan inflasi sebelum mencapai tahap hyperinflasi.
“Memang kita melihat penurunan inflasi secara statistik, tapi risiko jangka panjang tetap ada. Perlu koordinasi yang kuat antara pemerintah dan lembaga keuangan untuk mencegah eskalasi yang lebih parah,” ujar seorang ekonom senior yang tidak ingin disebutkan namanya.
Apa yang Harus Dilakukan Masyarakat?
Menghadapi ketidakpastian ekonomi, Kiyosaki menekankan pentingnya edukasi finansial dan perencanaan keuangan yang matang. Ia menyarankan agar individu meningkatkan pemahaman tentang pengelolaan aset dan mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan buruk.
“Saatnya berpikir di luar kebiasaan. Jangan hanya bergantung pada uang tunai yang bisa tergerus inflasi. Cari cara agar kekayaan Anda terlindungi melalui aset yang kuat,” katanya.
Selain itu, kesadaran untuk membangun dana darurat, mengurangi utang konsumtif, dan meningkatkan diversifikasi portofolio menjadi langkah penting yang harus diambil sejak sekarang.
Meski angka inflasi di Amerika Serikat saat ini menunjukkan tren penurunan, peringatan dari Robert Kiyosaki tentang ancaman hyperinflasi menjadi sinyal penting bagi masyarakat dan investor global untuk tidak lengah. Kondisi ekonomi dunia yang masih penuh ketidakpastian menuntut kewaspadaan dan kesiapan dalam mengelola keuangan pribadi maupun portofolio investasi.
“Krisis finansial besar mungkin sudah di ambang pintu,” ujar Kiyosaki dalam pernyataannya, mengingatkan bahwa waktu untuk bertindak adalah sekarang sebelum badai ekonomi yang lebih dahsyat melanda.